Learn from Japan


Readers, today I want to share you a topic that was briefed in my general meeting yesterday. In ordered to motivate my officemates, I told them about my great appreciation to an incredible country in Asia that motivated me so much in the end of the last year: Japan.

Akhir tahun lalu, lagi-lagi Indonesia kembali dilanda bencana alam di berbagai tempat, kali ini adalah bencana banjir dan tanah longsor yang melanda beberapa daerah di Indonesia. Rasanya belum hilang dari ingatan pula bencana besar tsunami yang melanda Aceh dan Sumatera Utara 2 tahun yang lalu, yang kemudian disusul dengan tragedi gempa di Yogyakarta dan sekitarnya. Tak lama kemudian terjadi musibah lumpur panas di Porong, Jawa Timur, dan entah berapa banyak lagi kronologis bencana alam yang tertinggal dalam keterbatasan memori ingatan saya secara spontan saat ini.

Terbersit sebuah pertanyaan waktu itu, apakah negeri ini benar-benar terdiskriminasi oleh Yang Di Atas? Sehingga bencana alam yang ada ini benar-benar dimaksudkan untuk meruntuhkan semangat, harapan, dan keyakinan bangsa ini untuk menuju masa depan yang lebih baik.

Pertanyaan itu terus merasuk dalam diri saya, hingga akhirnya terpikir kesan tidak ada negara lain yang sama mengenaskannya seperti Indonesia ini, hingga akhirnya pikiran saya menemukan suatu negara yang bisa dibilang pernah bernasib sama, yaitu Jepang.

Jepang? Ya, Jepang. Di balik kemashyuran negara Jepang saat ini, wilayah Jepang sebelumnya cukup dikenal sebagai daerah yang berpotensi rawan terhadap bencana alam, dengan kondisi geografisnya sebagai negara kepulauan dan gunung-gunung berapinya yang masih aktif. Betapa bencana banjir, gunung meletus, gempa bumi baik vulkanik maupun tektonik, dan tsunami (bahkan bencana alam yang ini merupakan kosakata asli bahasa Jepang), cukup familiar bagi masyarakat Jepang di masa lampau dan bahkan masih tetap berpotensi di masa sekarang. Namun secara berangsur-angsur masalah-masalah ini mampu diatasi atau pun diminimalisir resikonya dengan kesiapan drainase, pembentukan konstruksi tahan gempa, dan lain-lain.

Hal yang paling fenomenal pula adalah kejatuhan Jepang pasca Perang Dunia II tahun 1945. Jepang yang saat itu berusaha mengkukuhkan supremasinya sebagai negara pemimpin Persemakmuran Asia Timur Raya, terpaksa menyerah tanpa syarat setelah Amerika Serikat meluncurkan bom atomnya ke kota Hiroshima dan Nagasaki. Betapa saat itu Jepang dilanda kejatuhan yang luar biasa dahsyat di berbagai sektor, ditambah pula beban-beban hutangnya untuk melunasi beaya kerugian perang, sebagai konsekuensi sebagai negeri kalah perang.

Bayangkan apabila Anda hidup di Jepang saat itu. Tampaknya tidak ada secercah kenikmatan untuk menjadi rakyat negara yang kalah perang, ditambah lagi potensi bencana alamnya tergolong cukup rawan.

Namun apa yang terjadi sekarang ini, pembaca? Setahap demi setahap pula, Jepang memulihkan diri, dan kembali menancapkan kukunya sebagai macan Asia. Mungkin propaganda Persemakmuran Asia Timur Raya hanyalah tinggal kenangan, tapi apa yang dilakukan Jepang saat ini telah menunjukkan supremasinya sebagai salah satu negara terbesar di Asia. Dengan sektor industri sebagai ujung tombaknya, Jepang telah dapat disejajarkan bahkan dengan negara-negara maju di belahan dunia Barat. Hingga kini Jepang bahkan menjadi negara pengekspor terbesar untuk negara adidaya satu-satunya di dunia saat ini, yaitu Amerika Serikat.

Sungguh luar biasa prestasi yang ditunjukkan oleh bangsa Jepang. Terlepas dari traumatis nasionalisme era pra-kemerdekaan bagi bangsa kita, rasanya kita tidak perlu segan untuk menelaah dan meniru karakteristik bangsa tersebut untuk kemudian digunakan sebagai landasan dan tatanan kita untuk menuju hidup lebih baik.

Beberapa hal yang telah saya telaah sehubungan dengan karakteristik unggul bangsa yang menyebut dirinya Nippon itu beberapa di antaranya adalah:

Pertama, bangsa Jepang adalah bangsa pekerja keras dan mempunyai disiplin tinggi. Mereka bangga disebut workaholic oleh masyarakatnya. Umumnya, para pekerja Jepang, baik pekerja kasar hingga staf eksekutif, mempunyai rasa malu apabila mereka meninggalkan tempatnya lebih awal meskipun jam kerjanya telah berakhir. Para istri-istri pekerja Jepang pun mempunyai kecenderungan untuk lebih berbangga hati saat suami mereka pulang larut malam.

Mereka mempunyai kedisiplinan yang telah tertanam dari prinsip samurai. Meskipun semua laki-laki Jepang rata-rata minum sake, mereka hampir tidak pernah meminumnya saat siang hari karena pekerjaan mereka masih menunggu.

Anda cermati pula pembaca, di antara cabang-cabang beladiri yang dipertandingkan di Asian Games atau Olimpiade, beberapa di antaranya merupakan sumbangsih beladiri yang berasal dari Jepang seperti judo, karate, aikido, dan lain-lain. Sementara cabang beladiri menjadi budaya umum masyarakat Jepang, seiring pulalah kedisiplinan mereka tertanam sejak dini.

Kedua, bangsa Jepang merupakan bangsa yang kreatif, dan lewat kekreatifannya tersebut mereka mampu menggubah sesuatu menjadi lebih baik. Mata pelajaran kreatifitas dasar yang diajarkan dalam pendidikan anak yaitu melipat kertas, ternyata sudah beredar luas di masyarakat Jepang sejak dahulu kala lewat seni origami. Bangsa Jepang yang dulu dikenal sebagai bangsa dengan tinggi badan rata-rata, mampu menjadikan seni bonsai sebagai keunikan tanaman hias mereka. Demikian juga dengan seni tatanan rambut mereka sekarang ini yang dikenal dengan harajuku style untuk mengimbangi mode Barat. Tak kurang lagi pula pria Jepang dikenal sebagai pria yang paling metroseksual di dunia, untuk mengatasi kelemahan fisik mereka saat remaja wanita Jepang mulai mengagumi pria-pria Barat.

Tak usah lagi disinggung mengenai kekreatifan Jepang di bidang industri dan teknologi. Pembahasan mengenai robot, produksi otomotif dan alat-alat elektronik Jepang terasa sudah menjadi biasa bagi kita.
Sama pula halnya dalam seni kartun Jepang yang mempunyai warna tersendiri, yaitu manga dan yang cukup kontroversial adalah hentai yang bernuansa seksual. Berkaitan dengan hal ini, negara Jepang dikenal pula sebagai negara dengan penduduk yang berperilaku dalam penyimpangan seksual yang cukup tinggi, yang dapat disaksikan dalam film biru dengan kategori XXX-rated, dan juga ketersedianya tempat-tempat pemuasan hasrat seksual yang menyimpang di berbagai tempat di Jepang.

Tak salah lagi, kekreatifitasan mereka untuk selalu ingin tahu dan mencoba sesuatu yang lebih baru (dalam batas-batas di luar kontroversial), merupakan salah satu keunggulan karakteristik yang menjadikan mereka unggul.

Karakteristik unggul bangsa Jepang yang ketiga adalah sikap loyalitas mereka terhadap suatu hal yang ditekuni, yang tertanam dalam semangat bushido, sehingga mereka sangat bertanggung jawab penuh terhadap apa yang menjadi tugas mereka. Secara kontroversial pula, budaya harakiri yaitu bunuh diri menjadi masyarakat Jepang zaman dahulu kala sebagai perwujudan rasa malu mereka apabila gagal menjalankan kewajibannya.

Keempat adalah sifat bangsa Jepang yang mau belajar. Anda dapat menyaksikan sendiri betapa budaya membaca menjadi kebiasaan sehari-hari bangsa Jepang yang dapat ditemui di tempat perhentian sementara seperti di terminal, ruang tunggu, dan bahkan saat mereka berada dalam kereta api subway, bus, dan tempat-tempat lain. Budaya membaca ini merupakan salah satu keunggulan yang dibanggakan masyarakat Jepang.

Orang Jepang benar-benar memperhatikan faktor pendidikan. Mereka, terutama kaum pria (karena faktor gender kebudayaan), selalu menghindari predikat bodoh dalam masyarakatnya. Hal ini dipandang sebagai aib yang memalukan. Pemerintahan Jepang telah lama pula menaruh minat yang besar terhadap pendidikan rakyatnya, terutama sejak Restorasi Meiji tahun 1868. Konon pula, saat mendengar berita pemboman kota Hiroshima dan Nagasaki, hal yang pertama kali ditanyakan oleh Kaisar Jepang bukanlah berapa jenderal atau amunisi yang masih ada, tetapi berapa gurukah yang masih tersisa.

Sifat bangsa Jepang yang mau belajar ini berkaitan pula dengan karakteristik unggul mereka yang lain, yaitu sifat kompetitif, ambisius, dan berusaha menjadi lebih baik. Ada sebuah prinsip hidup yang dikenal secara mendalam bagi masyarakat Jepang, yaitu prinsip Kaizen, yang bermakna harafiah improvisasi berkelanjutan. Prinsip Kaizen menitikberatkan pada suatu pola pandang untuk selalu berubah ke arah yang lebih baik. Prinsip ini pula menjadi acuan dalam pola manajemen bisnis modern saat ini.

Seorang pakar motivasi terkenal Amerika Serikat, Anthony Robbins, bahkan memberikan apresiasi lebih terhadap prinsip Kaizen. Ia menyatakan bahwa kosakata Kaizen yang tidak ada persamaan katanya dalam Bahasa Inggris ini merupakan prinsip utama dalam pembangunan diri. Sehingga dalam bukunya "Awaken the Giant Within", ia perlu memperkenalkan istilah CANI (diucapkan seperti melafalkan ”kuhn-Eye” dalam bahasa Inggris) untuk mengadopsi kosakata Kaizen ini, yang adalah singkatan dari Constant and Neverending Improvement (Peningkatan yang Konstan dan Terus-menerus).

Pembaca, mungkin masih banyak hal lagi karakteristik unggul lain dari bangsa Jepang yang tidak termuat dalam tulisan ini. Tapi rasanya kelima penjabaran karakteristik khas tersebut telah lebih dari cukup untuk diserap dan kemudian diteladani dalam membawa kehidupan yang lebih baik bagi kita sendiri di masa yang akan datang.

0 comments: