Fengshui and/or (Another) Myths’ Affects to Human Belief


“There are no limitation to the mind except those we acknowledge.” (Napoleon Hill)

Menjadi sedikit kesulitan bagi saya kali ini untuk dalam rangka pencarian rangkaian kata yang tepat untuk pemilihan judul di atas, Pembaca. Saya ingin mengulas masalah kepercayaan terhadap Fengshui dan mitos-mitos (lainnya) dalam konteks mempertimbangkan pengaruh-pengaruh yang bisa ditimbulkannya. Namun tidak mudah bagi saya untuk mengambil keputusan awal apakah sebenarnya Fengshui dapat dikategorikan sebagai mitos-mitos biasa yang menjadi “warisan” kepercayaan masa lampau ataukah sebenarnya merupakan sebuah landasan teori tentang keseimbangan alam semesta?

Dewasa ini Fengshui telah menjadi salah satu disiplin ilmu tersendiri, sehingga saya tidak dapat serta-merta mengasosiasikannya sebagai bagian dari mitos-mitos sederhana yang banyak terdapat dalam masyarakat tertentu. Namun bagaimanapun juga, pemahaman tentang Fengshui terkadang masih juga melibatkan alasan-alasan yang nampaknya tidak berkait langsung dengan logika dan realitas, yang tentunya tidak salah pula apabila sebagian masyarakat modern menganggapnya sebagai mitos biasa yang tidak perlu dipertimbangkan.

Saya sedikit terkejut saat seorang pakar Fengshui bernama Marie Diamond menjadi salah satu guru Hukum Tarik-menarik (Law of Attraction) seperti yang dimuat dalam “The Secret”. Nampaknya, pemahaman Fengshui dan Hukum Tarik-menarik tidak dapat dikaitkan begitu saja, bahkan bisa dibilang pula saling bertentangan. Hukum Tarik-menarik meyakini bahwa kita dapat mendapatkan segala sesuatu dengan memikirkannya terlebih dahulu, sementara ilmu Fengshui malahan banyak memberikan begitu banyak pantangan dan larangan yang harus dihindari dalam pengaturan tata ruang dan hal-hal lain tanpa sudut pandang realitas yang apabila dilanggar akan menjadi alasan bagi kita dalam terhambatnya suatu keberhasilan tujuan.

Meskipun beberapa pakar Fengshui telah mengulas berbagai logika sebagai argumentasi bagi orang-orang yang mempertanyakan realitas Fengshui, namun tetap saja tidak memberikan kejelasan yang pasti dapat ditarik kesimpulan dengan akal sehat, setidaknya bagi saya sendiri. Semisal, pantangan adanya kamar kecil / WC dalam rumah bertingkat tepat berada di atas kamar tidur lantai dasar, karena dapat menimbulkan chi (energi/aura) negatif bagi penghuni kamar tidur. Alasan rasional yang diberikan oleh beberapa pakar Fengshui yang menyatakan bahwa kondisi tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dalam estetika dan kesehatan pun tampaknya masih belum bisa saya terima begitu saja. Bagaimanapun juga, apabila diberikan pengaturan yang nyaman dan higienis pada kondisi tata ruang di atas, harusnya alasan tersebut bisa diabaikan, bukan?

Namun setelah melalui berbagai macam pertimbangan, saya menemukan sebuah pemikiran yang menjadi landasan umum bagi alasan-alasan yang mendasari teori Fengshui dan kaitannya dengan Hukum Tarik-menarik. Seperti yang telah dibicarakan dalam pembahasan saya terdahulu (dengan judul “Synergetic Approach for Subconscious Mind”), Hukum Tarik-menarik mengikuti getaran yang ditimbulkan oleh pikiran bawah sadar kita. Sehingga meskipun nampaknya pikiran sadar (conscious mind) kita tidak merasakan getaran (atau “chi” dalam istilah Fengshui) bernuansa negatif yang ditimbulkan akibat ketidaksesuaian tata ruang, sangat dimungkinkan apabila ternyata pikiran bawah sadar (subconscious mind) kita tidak berperilaku sama. Dengan kata lain, pikiran bawah sadar yang bekerja lebih sensitif daripada pikiran sadar bisa jadi merasakan ketidaknyamanan akibat ketidaksesuaian tata ruang tersebut, dan menimbulkan getaran negatif yang memberikan pengaruh buruk terhadap kehidupan kita.

Berbagai macam aturan-aturan dalam Fengshui nampaknya memang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan harmoni, yang tentu saja dirasakan lebih peka oleh pikiran bawah sadar kita. Sehingga bisa dinyatakan meskipun seseorang tidak mempercayai Fengshui dan tidak mengaplikasikannya dalam tata ruang bisa jadi tetap menerima getaran negatif yang timbul dari pikiran bawah sadar akibat ketidaksesuaian yang terjadi.

Dengan pemahaman ini, pertanyaan apakah sebenarnya ilmu Fengshui bisa dikaitkan dengan Hukum Tarik-menarik bisa terjawab. Setelah melalui pertimbangan lebih lanjut sebagaimana saya ulas di atas, in my humble opinion, I must say: “It really could be correlated”. Namun dengan catatan, bahwa sebenarnya ini tidak mutlak.

Saya rasa tidaklah perlu bagi seseorang untuk mempunyai rasa ketakutan dan paranoid yang berlebihan terhadap penerapan Fengshui. Tidak perlu pula tindakan ekstrem secara serta-merta untuk merombak tata ruangnya saat ditemukan adanya ketidaksesuaian dengan ilmu Fengshui. Apa yang mendasari pernyataan saya ini?

Menurut hemat saya, apabila ilmu Fengshui mempertimbangkan getaran yang ditimbulkan oleh pemikiran bawah sadar, dengan sendirinya seyogianya kita tinggal bekerjasama dengan pikiran bawah sadar saat sesuatu hal yang sebelumnya kita sebut sebagai “ketidaksesuaian” tersebut ditemukan. Sesuatu yang sebelumnya diterima oleh pikiran bawah sadar sebagai “ketidaksesuaian” bisa kita komunikasikan secara intensif untuk diterima sebagai “kesesuaian”. Maka chi buruk yang tadinya menjadi getaran negatif bagi diri kita, dapat kita ubah sendiri menjadi sebuah getaran yang positif dengan meresapi dalam-dalam adanya “kesesuaian” ke pikiran bawah sadar kita.

Hal yang tidak jauh berbeda terjadi pula pada mitos-mitos tertentu yang ada di sekitar kita. Sebagaimana contoh apakah sebenarnya ada yang disebut sebagai angka sial (sebagian orang menyebut angka “4” atau “13”), dan apakah benar pula memang bisa terjadi melindas seekor kucing dalam perjalanan akan menyebab kan kesialan? Secara realistis memang kita harus menjawabnya bulat-bulat dengan kata “Tidak”. Namun Hukum Tarik-menarik sebenarnya memberikan jawaban yang sedikit berbeda.

Dalam Hukum Tarik-menarik, kenyataan akan timbul akibat dari pemikiran yang menimbulkan getaran. Apabila dikaitkan dengan pemikiran bawah sadar, bisa jadi sebuah mitos yang berlaku telah diterima oleh pikiran bawah sadar melalui sebuah proses yang telah tertanam sejak lama. Sehingga segala sesuatu bisa terjadi sesuai mitos yang ada karena sebenarnya pikiran bawah sadar kita sendiri yang “menariknya” melalui getaran negatif.

Maka sangat dimungkinkan sesuatu mitos yang berkembang bisa menimbulkan akibat yang bersesuaian, bahkan kepada seseorang yang sebenarnya dalam pikiran sadarnya nyata-nyata tidak mempercayai mitos tersebut. Ini dapat terjadi karena sangat terbuka kemungkinan pikiran bawah sadar seseorang tersebut telah menerima secara simultan informasi mengenai mitos yang berlaku dalam masyarakatnya (bahkan pula semenjak seseorang tersebut lahir) dan mempengaruhi kepercayaan bawah sadarnya (Belief).

Ini menjadi suatu bahan pemikiran bagi kita bahwa suatu perkembangan suatu mitos dalam masyarakat dapat memberikan efek yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Carl Gustav Jung (1875-1961), ahli psikologi yang mencetuskan teori “psikologi analitis” bahkan menaruh minat yang besar terhadap penelitian mitologi-mitologi dari belahan dunia Afrika hingga bagian selatan Amerika Serikat yang dianggapnya berkorelasi dengan pemikiran bawah sadar.

Saat mitos tersebut telah diserap pikiran bawah sadar manusia melalui proses yang terus-menerus bahkan semenjak manusia tersebut lahir akan ditengarai membawa getaran-getaran yang sebenarnya “menarik” hal-hal yang besesuaian dengan mitos. Hal ini tampaknya menjadi jawaban pula mengapa suatu mitos yang melekat dalam suatu daerah tertentu bisa menimbulkan efek yang bersesuaian dengan mitos bagi para penduduk di daerah tersebut, namun kejadian yang sama tidak menimbulkan akibat apa-apa di daerah dimana mitos tersebut tidak dikenal.

Seperti halnya masyarakat Italia yang lebih mempercayai angka “17” sebagai angka sial, dan bukannya angka “4” pada masyarakat China atau angka “13” pada masyarakat Eropa lainnya dan Amerika. Dapat dipahami pula mengapa orang China menganggap angka “4” sebagai angka sial karena berbunyi sama seperti kata “mati” (sama-sama diucapkan sebagai “shi”) dalam bahasa China, sehingga pikiran bawah sadar serta-merta menerimanya sebagai suatu getaran yang buruk. Sangat terbuka sekali kemungkinan masyarakat China benar-benar menerima akibat dari mitos angka “4” tersebut, namun tidak dirasakan sama sekali oleh masyarakat Italia, dan sebaliknya.

Bagaimanakah cara mengatasi mitos yang sudah berkembang ini? Tidak lain dan tidak bukan, tentu saja dengan bekerjasama dengan pikiran bawah sadar pula secara intensif untuk memaknai suatu mitos sebagai hal yang sesungguhnya benar-benar tidak relevan. Sebagai contoh pertimbangan, seseorang yang mempunyai pemahaman religius yang amat kuat sangat jarang sekali mendapat kendala yang berkaitan dengan mitos dan ketidaksesuaian Fengshui. Hal ini dimungkinkan karena ia mempunyai kepercayaan kuat (Belief) tentang religinya hingga ke pikiran bawah sadar sehingga tidak memberikan peluang terhadap pemahaman mitos dan ketidaksesuaian Fengshui di dalamnya.

Inilah yang terjadi dalam dunia ini menurut pemikiran saya, Pembaca, bahwa Fengshui dan mitos-mitos yang berkembang dalam masyarakat memang ternyata sangat dimungkinkan untuk dapat memberikan pengaruh kepada kehidupan kita. Namun dengan terus mengkomunikasikan Belief yang lebih kuat kepada pikiran bawah sadar bahwa segalanya baik adanya, niscaya kita akan terhindar dari akibat yang ditimbulkan oleh mitos-mitos tersebut tanpa perlu mempercayainya dan dapat memaknai segala bentuk yang keseluruhannya dipandang sebagai “kesesuaian” yang berlaku di dunia ini.

0 comments: